Oleh A. Fatih Syuhud
Dalam pemahaman konvensional, pendidikan anak paling awal disebut dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Ruang Lingkup PAUD dimulai dari sejak lahir sampai usia 8 tahun.
Dalam ilmu pendidikan, PAUD terbagi menjadi empat tahapan yaitu infant atau bayi (usia 0-1 tahun), toddler (2-3 tahun), preschool/ kindergarten children atau anak usia TK (3-6 tahun), dan
early primary school (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Namun, dalam buku Prenatal Classroom (1992) karya F. Rene Van De Carr & Marc Lehrer dinyatakan bahwa pendidikan anak sebaiknya dimulai sejak dalam kandungan yang disebut dengan prenatal education (pendidikan sebelum lahir). Versi Bahasa Indonesia buku ini berjudul Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, diterbitkan oleh Penerbit KAIFA, Bandung, 1999.
Pendapat Van De Carr & Mark Lehrer di atas diperkuat oleh William Sallenbach (1998) yang menyimpulkan bahwa periode pranatal atau pralahir merupakan masa kritis bagi perkembangan fisik, emosi dan mental bayi. Ini adalah suatu masa di mana kedekatan hubungan antara bayi dan orangtua mulai terbentuk dengan konsekuensi yang akan berdampak panjang terutama berkaitan dengan kemampuan dan kecerdasan bayi dalam kandungan.
***
Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pranatal. Tidak hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni, bahwa (a) penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan (QS Al Isra’ 17:32); (b) dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan baca bismillah; (c) setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan kemudian mudghah (segumpal daging) (QS Al Mu’minun 23:12-14), maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
Pertama, berfikir positif. Ibu yang berfikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Dan pendidikan yang benar dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu kondisi fisik dan kejiwaan sang ibu harus prima selama mengandung.
Kedua, sering bersenandung mengagungkan asma Allah dan memperdengarkan musik bernuansa Islami agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga dapat menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan bahasanya kelak.
Ketiga, hindari situasi tertekan karena kondisi ini bisa meningkatkan level hormon janin pada tahap yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran pralahir.
Keempat, carilah kegiatan belajar sendiri. Apapun itu. Walaupun janin tidak akan belajar secara langsung dari aktifitas sang ibu, akan tetapi perilaku mental ibu yang sehat akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi janin dan hal itu akan memberinya fondasi perilaku yang positif terhadap pembelajaran setelah dia lahir.
Peran (calon) ayah dalam hal ini tidak kalah pentingnya. Karena tidak sedikit perilaku mental (calon) ibu yang tertekan ditimbulkan oleh perilaku ayah yang kurang menunjukkan dukungan moral pada ibu yang sedang mengandung. Istri yang hamil secara fisik umumnya kurang fit. Adalah tugas suami untuk memberi dukungan penuh untuk menjamin kondisi mental istri dalam kondisi stabil sampai janin lahir ke dunia.
Apabila segala usaha sudah dijalankan secara maksimal (QS Al Anfal 8:60), maka tawakkal adalah pola pikir paling positif yang disukai Allah (QS Ali Imron 3:159) sambil menunggu kelahiran sang buah hati.[]
Selengkapnya.....
Pages
Kamis, 13 Mei 2010
Pendidikan Islam bagi anak Dalam Kandungan
Pendidikan Islam pada anak Muslim saat usia 1 tahun
Oleh A. Fatih Syuhud
Dalam sebuah Hadits disebutkan bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Dan itu harus dimulai dari sejak seorang anak baru dilahirkan sampai ajal menjemput kehidupan (min al Mahd ilal Lahd).
Karena seorang bayi tidak dapat belajar sendiri, maka adalah kewajiban orang tua untuk memberikan ilmu-ilmu yang dapat diterimanya. Mendidik bayi tentu saja berbeda dengan mendidik orang dewasa. Dalam hal ini orang tua, yang menjadi satu-satunya guru sang anak dalam usia ini, harus mampu mengenali perkembangan anak dan apa saja ilmu yang dapat diberikan dan dicerna anak. Arnold Gesell dalam bukunya The First Five Years of Life (Lima Tahun Pertama Kehidupan) mengatakan bahwa usia lima tahun pertama merupakan usia paling penting dalam pendidikan seorang anak.
Apa yang dapat diajarkan pada anak baru lahir sampai usia 1 tahun? Pada prinsipnya, sejak lahir anak sudak dapat mencerna dan memahami situasi di sekitarnya. Karena itu orang tua harus berhati-hati dalam bersikap, karena semua perilaku orang tua akan terekam dengan baik di benak sang anak.
Misalnya, hindari mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar di depan anak. Juga hindari bertengkar di depan anak. Biarkan anak mencerna dan meniru perilaku terbaik dari kedua orangtuanya. Selain itu, biasakan bagi ibu untuk tidak berganti baju di depan anak laki-lakinya; dan bagi ayah di depan putrinya.
Beberapa hal penting lain yang perlu jadi prioritas dalam mendidik anak muslim begitu lahir sampai usia 1 tahun.
Pertama, senandungkan adzan di kuping kanan dan iqamah di kuping kiri bayi beberapa saat setelah anak lahir ke dunia. Hal ini selain berdasarkan Hadith Nabi, juga bertujuan untuk memperkenalkan bayi pada Pencipta sebenarnya, yaitu Allah (QS Asy Syuro 42: 49-50). Dengan cara ini, bayi telah menerima kehangatan dan cinta kasih Allah. Diharapkan dia akan mengingat pelajaran pertama ini sepanjang hidupnya.
Kedua, cerita atau bacakan kisah-kisah dalam Al Quran. Juga bacakan kisah dan keagungan pribadi Nabi Muhammad. Pastikan, bahwa Nabi Muhammad adalah tokoh idola pertama sang anak sampai ia dewasa.
Ketiga, pada saat usia mencapai 11 – 12 bulan dan sudah mulai dapat berjalan, biasakan membawa anak ke masjid untuk salat berjamaah setidaknya sekali sehari. Dengan cara ini, anak akan menyadari penting dan wajibnya manusia beribadah kepada Allah (QS Luqman 31:13). Juga tentang perlunya tidak berisik (khusuk) pada saat-saat tertentu.
Keempat, pada usia ini, anak sudah mengerti kata perintah dan larangan. Usahakan tidak melarang anak kecuali kalau memang perlu.
Keempat, katakan pada anak apa yang boleh dan tidak boleh dia lakukan dengan nada dan penjelasan yang penuh cinta dan kasih sayang. Seperti, “Ayo kita shalat bersama, supaya kita disayang Allah.” Atau, “Kamu tidak boleh bermain dengan benda ini, nanti kamu terluka.” Walaupun Anda berfikir dia tidak akan langsung mengerti yang dimaksud, pengulangan kata-kata akan membantu anak memahami apa yang Anda katakan dan perilaku yang harus atau tidak boleh dilakukan.[]
Selengkapnya.....
Pendidikan Islam untuk Anak Usia 3 Tahun
Oleh A. Fatih Syuhud
Tanpa terasa usia anak tersayang sudah mencapai 3 tahun. Kemampuan anak, baik fisikal, sosial maupun intelektual, juga sudah meningkat drastis. Namun pada saat yang sama, problema pun juga semakin bertambah. Apalagi, kalau anak laki-laki yang relatif lebih bandel dibanding anak perempuan.
Hal penting bagi orang tua dalam pendidikan anak adalah hindari mempermalukan anak terutama di depan orang lain. Apalagi sampai menyebutnya sebagai anak nakal atau bodoh. Rasulullah sendiri selalu memperlakukan putrinya, Fatimah, dengan penuh kasih sayang. Beliau juga memperlakukan anak-anak lain dengan penuh respek. Pernah seorang Sahabat Nabi membawa putranya yang masih kecil ke masjid dalam suatu halaqah dengan Nabi. Nabi membawa dan mendudukkan anak tersebut di depan beliau.
Selain itu, tips berikut mungkin membantu orang tua meningkatkan daya kemampuan intelektual dan sosial anak usia 3 tahun.
Beri mereka buku untuk dibaca, dan bacakan buku yang sama pada mereka. Pastikan buku-buku Islami menjadi bacaan utama. Dorong anak untuk mengulang suatu cerita dan membahas ide-ide dan kejadian di dalamnya. Baca judul cerita, tunjukkan kata-kata penting pada halaman dan tanda-tanda jalan.
Ulangi bacaan doa-doa pendek yang biasa dibaca sebelum dan sesudah melakukan sesuatu. Seperti doa sebelum dan sesudah makan. Sebelum dan sesudah bangun tidur, dsb.
Sering-seringlah berbicara dengan anak; pakailah kalimat pendek, ajukan pertanyaan dan dengarkan.
Motivasi agar mereka suka membaca dan menulis dengan cara memberikan daftar belanja atau catatan lain. Beri mereka kertas, notebook kecil dan spidol.
Tambahkan informasi baru pada kata yang diucapkan anak. Apabila anak mengatakan “bola”, maka tambahkan, “Ya, bola berwarna kuning.”
Nyanyikan lagu sederhana yang dapat membantu anak mengenal nama-nama. Termasuk nama-nama salat lima waktu.
Minta anak membantu pekerjaan rumah seperti menaruh baju kotor di mesin cuci, sampah di tempat sampah, menyiram bunga, dsb.
Bermain sepakbola atau bola basket mini, tunjukkan pada mereka bagaimana cara menyepak dan memasukkan bola basket ke tempatnya.
Motivasi mereka untuk menggambar. Jangan ditanya menggambar apa. Anak usia 3 tahun hanya tertarik pada proses menggambar, bukan apa yang digambar.
Ajari menghitung benda-benda di sekitar; seperti kue, gelas, mainan. Apabila mungkin, pindah satu-satu saat menghitung.
Dengan bantuan buku referensi, jelaskan dengan bahasa sederhana mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi. Beri penjelasan yang benar dna konsisten, jangan berbohong. Sikap konsisten sangat penting agar anak tidak bingung. Dan agar perilaku negatif tersebut tidak ditiru anak.[]
Selengkapnya.....
Pendidikan Islam bagi Anak Usia 4 Tahun
Oleh A. Fatih Syuhud
Umumnya, pada usia 4 tahun ini si kecil baru mulai masuk TK (Taman Kanak-kanak). Baik TK yang biasa atau TK Al Quran yang dikenal dengan TKA (Taman Kanak-kanak Al Quran) atau TPQ (Taman Pendidikan Al Quran). Itu artinya, sebagian tanggung jawab pendidikan anak terlimpahkan pada para guru TK tersebut. Namun demikian, adalah salah besar apabila orang tua menyerahkan pendidikan anak 100% pada lembaga pendidikan. Kegagalan pendidikan kepribadian anak kebanyakan karena kegagalan pendidikan dalam rumah; yakni pendidikan orang tua.
Dalam konteks pendidikan orang tua, ibulah yang paling memegang peranan penting. Oleh karena itu, sukses tidaknya masa depan anak dan baik buruknya kepribadiannya, akan sangat tergantung seberapa peran ibu dalam proses pendidikannya. Terutama dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) yakni usia 0 – 6 tahun dan 6 – 16 (usia SD SMP). Tentu saja peran ayah tak kalah pentingnya, terutama dalam proses pembangunan kepribadian (character building).
Berikut beberapa tips untuk menstimulasi kemampuan intelektual dan sosial anak usia 4 tahun.
Pertama, bacakan buku, khususnya buku Islam untuk anak-anak, setiap hari dan dorong mereka untuk melihat bukunya sendiri. Beri bahan bacaan alternatif dari iklan koran, kotak susu, dan lain-lain. Dorong mereka bercerita pada yang lebih muda.
Kedua, ajarkan akhlak atau etika bersosial yang baik menurut Islam. Saat dia merebut mainan temannya, ingatkan untuk meminjam secara baik-baik. Saat temannya berbagi mainan, ajarkan untuk berterima kasih. Saat dia melakukan kesalahan, ajarkan untuk meminta maaf. Ketiga konsep ini tidak saja harus diajarkan, tapi juga mesti dicontohkan oleh kedua orang tua. Bagaimanapun, keteladanan orang tua adalah guru terbaik bagi si kecil. Al Quran berulang kali menekankan betapa pentingnya keteladanan dalam menuju suksesnya pendidikan akhlak (QS 33:21; Al Mumtahanah 60:4, 6). Apa yang ingin dilakukan oleh anak, hendaknya dilakukan juga oleh orang tua. Apa yang tidak ingin dilakukan anak, hendaknya orang tua tidak melakukannya juga.
Sebagai contoh, apabila sang ayah ingin anaknya tidak merokok, maka ia hendaknya juga tidak merokok; berhenti merokok apabila asalnya seorang perokok; atau setidak-tidaknya tidak merokok di depan anak-anaknya.
Ketiga, ajarkan kesadaran multikultural dan toleransi terhadap keragaman dan perbedaan. Baik keragaman adanya berbagai golongan dalam Islam maupun di luar Islam. Hal ini dapat dilakukan melalui representasi boneka, gambar dan buku. Seperti boneka orang-orang dari berbagai suku, bangsa dan agama. Gambar masjid, gereja, pagoda, dan buku-buku tentang perayaan masing-masing. Bagi seoang muslim, agama terbaik adalah Islam (QS Ali Imron 3:19). Pada waktu yang sama seorang muslim dituntut untuk mengakui dan mengapresiasi perbedaan pilihan (QS Al Hujurat 49:13). Toleransi dan menghormati perbedaan, dengan demikian, menjadi salah satu nilai pokok (core value) Islam.
Keempat, anak usia 4 tahun memiliki kebutuhan kuat untuk dianggap penting dan berharga. Pujilah pencapaian yang diraihnya, dan berikan hadiah berupa kesempatan untuk merasakan kebebasan dan kemandirian.
Yang tak kalah pentingnya, orang tua, terutama ibu, harus rajin mengasah kemampuan. Dengan cara banyak membaca bacaan seputar pendidikan anak dan berkonsultasi dengan ahlinya.[]
Selengkapnya.....
Portofolio Penilaian dalam PAIKEM
Penilaian portofolio merupakan pendekatan baru yang akhir-akhir ini sering dikaji dan dikenalkan para ahli pendidikan untuk diimplementasikan di kelas selain pendekatan yang telah lama digunakan. Di beberapa Negara, portofolio telah digunakan dalam dunia pendidikan secara luas, baik untuk penilaian di kelas, daerah, maupun untuk penilaian secara nasional.
Secara nasional portofolio digunakan untuk standarisasi. Penilaian portofolio yang digunakan di kelas tentu tidak serumit yang digunakan untuk penilaian portofolio secara nasional. Penilaian portofolio tidak menggunakan perbandingan peserta didik melalui data kuantitatif seperti melalui tingkatan, peringkat, persentile, maupun skor tes. Penilalai portofolio merupakan satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan peserta didik melalui evaluasi umpan balik dan penilaian sendiri (self assessment).
Di beberapa tempat, guru sudah mulai berusaha untuk membuat penilaian mereka benar-benar otentik (authentic assessment) untuk peserta didiknya. Guru sedang mencari jalan yang paling baik untuk menilai peserta didik mereka yang sedapat mungkin benar-benar menggambarkan keadaan peserta didik yang sebenarnya. Salah satu penilaian otentik yang efektif adalah penilalai portofolio. Authentic assessment merupakan pendekatan penilaian yang melibatkan peserta didik secara realistis dalam menilai prestasi mereka sendiri. Authentic assessment juga merupakan penilaian yang berbasis unjuk kerja, realistis, dan sesuai dengan pembelajaran. Prinsip mendasar pada Authentic assessment dalam teori pendidikan adalah prinsip bahwa peserta didik harus dapat mendemonstrsikan atau melakukan apa yang mereka ketahui, bukan sekedar menceriterakan atau menjawab apa yang mereka ketahui. Dalam Authentic assessment, informasi atau data dikumpulkan dari berbagai sumber, melalui berbagai metode, dan dalam berbagai waktu.
Obyek penilaian (evidence) portofolio dapat berupa; 1) hasil kerja peserta didik (artifacts), yaitu hasil kerja peserta didik yang dihasilkan di dalam kelas, 2) reproduksi (reproduction) yaitu hasil kerja peserta didik yang dikerjakan di luar kelas, 3) pengesahan (attestations) yaitu pernyataan dan hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru atau pihak lain tentang peserta didik, dan 4) produksi (productions) yaitu hasil kerja peserta didik yang dipersiapkan khusus untuk portofolio (Barton, 1997: 25). Evidence ini merupakan manifestasi tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki peserta didik.
Portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan hasil evidence atau hasil belajar atau karya peserta didik yang menunjukkan usaha perkembangan, prestasi belajar peserta didik dari waktu ke waktu (Sumarna Surapranata dan Muhammad Hatta, 2004: 27-28). Portofolio secara sederhana dapat juga diartikan sebagai bukti-bukti pengalaman belajar peserta didik yang dikumpulkan dalam periode waktu tertentu, misalnya selama satu semester atau satu tahun.
Portofolio berfungsi untuk mengetahui perkembangan pengetahuan peserta didik dan kemampuan dalam mata pelajaran tertentu, serta pertumbuhan kemampuan peserta didik. Portofolio dapat memberikan bahan tindak lanjut dari satu pekerjaan yang telah dilakukan peserta didik sehingga guru dan peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya.
Penilaian portofolio bertujuan sebagai alat formatif maupun sumatif. Portofolio sebagai alat formatif digunakan untuk merekam dan memantau kemajuan belajar peserta didik dari hari ke hari dan untuk mendorong peserta didik dalam merefleksi pembelajaran mereka sendiri. Portofolio semacam ini difokuskan pada proses perkembangan peserta didik dan digunakan untuk tujuan formatif dan diagnostik.
Penilaian portofolio ditujukan juga untuk penilaian sumatif pada akhir semester atau akhir tahun pelajaran. Hasil penilaian portofolio sebagai alat sumatif ini dapat digunakan untuk mengisi rapor peserta didik, yang menunjukkan prestasi peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Selain itu, tujuan penilaian dengan menggunakan portofolio adalah untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang perkembangan peserta didik secara lengkap dengan dukungan data dan dokumen yang akurat.
Jika penilaian portofolio dilakukan dengan benar, maka tidak saja mampu mengetahui kemampuan peserta didik dari demensi pengetahuan yang dikemukakan oleh Bloom (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), melainkan mampu memotret dimensi proses kognitif yang dikemukakan oleh Anderson dan Krathwohl (2001:30); remember, understand, apply, analyze, evaluate, and create.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Orin W. And Krathwohl, David R., A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing – A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York: Addison Wesley Longman, Inc., 2001
Atwi Suparman. (2001). Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI-UT.
Barton, J., and Collin, A., Portfolio Assessment: A Handbook For Educators, Menlo Park, CA: Addison-Wesley Publishing Co., 1997.
Briggs, L. J. And Wager, Walter W. (1981). Handbook of Procedures for the Design of Instruction (2nd Ed.). Englewood Cliff. New Jersey: Education Technology Publications.
Dick, W. and Carey, L. (1985). The Systematic Desin of Instruction (2nd Ed.). Glecview, Illinois: Scot. foreman and Company.
Gagne, R. M. ang Briggs, L. J. (1979). Principles of Instructional Design (2nd Ed.). New York: Holt, Renehard and Winston.
Gagnon, George W. Jr. and Michelle Collay, Designing for Learning - Six Elemen in Contructivist Classrooms, California: Corwin Press, Inc, 2001.
Hadi Mustofa, ”Lingkungan kelas yang konstruktif untuk belajar.” Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Tahun 6, Nomor 1, Malang: Universitas Negeri Malang, 1998.
Merryl, M. D. and Tennyson, R. D. (1997). Teaching Concepts: An Instructional Design Guide. Englewwod Cliffs, New Jersey: Educational Technology Publications.
Sri Anitah Wiryawan dan Noorhadi TH. (2001). Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Sumarna Surapranata dan Muhammad Hatta, Penilaian Portofolio- Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004
Selengkapnya.....
Pengelolaan Kelas PAIKEM
Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar. Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama.
Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu; 1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik instruksional dengan mengembang-kan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar, 2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi; 3) mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar; 4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan 5) mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998).
Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAKEM perlu mempertimbang-kan enam elemen Constructivist Learning Design (CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections. Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors, making decisions, drawing conclusions, or setting goals).
Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi. Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa. Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa. Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam menyelesaikan dan atau memenuhi tugas. Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling, images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas.
Selengkapnya.....
A. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAIKEM
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat ber-peran sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEM.’
Selengkapnya.....
STRATEGI PAIKEM
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan.
Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang inovatif dan kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Inovatif adalah kemampuan menggagas kiat-kiat tertentu untuk menciptakan dan melakukan terobosan-terobosan baru sehingga terjadi perubahan dalam pembelajaran. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Secara garis besar, PAIKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
• Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
• Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
• Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
• Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok
• Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Selengkapnya.....
Rabu, 12 Mei 2010
QANAAH DAN PENERAPANNYA
Qanaah menurut arti bahasanya adalah merasa cukup. Dan secara istilah qanaah berarti merasa
cukup atas apa yang dimilikinya. Misalnya, orang sudah diberi karunia rizqi oleh Allah SWT berupa
gaji setiap bulan atau laba dalam berdagang, maka dia merasa cukup dan bersyukur kepada-Nya. Allah
SWT sangat menyukai orang yang selalu bersyukur atas nikmat-Nya dan membenci orang yang kufur(ingkar) dari nikmat-Nya. Firman Allah SWT dalam Alquran:
Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan rnenambah (nikmat) kepadarnu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)
Orang yang qana'ah selalu bersyukur dalam hidupnya. Contohnya, walaupun hanya makan
dengan garam, ia akan merasa nikmat tiada terhingga, karena ia tidak pernah berpikir tentang daging
yang tidak ada di hadapannya. Apalagi jika ia dapat makan dengan sayur atau daging. la pun akan
berusaha untuk membagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, kerabat, teman ataupun
tetangganya.
Meskipun demikian, orang-orang yang memiliki sikap qana'ah tidak berarti menerima nasib
begitu saja tanpa berusaha. Orang¬orang qana’ah bisa saja memiliki harta dan kekayaan yang sangat
banyak, namun harta dan kekayaannya tersebut ia sikapi dengan rambu-rambu Allah SWT, sehingga
apa pun yang dimilikinya tidak pernah melalaikannya dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki.
Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang gandah menyikapinya sebagai sebuah ibadah yang
mulia di hadapan Allah Yang Mahakuasa, sehingga ia tidak berani berbuat yang menghalalkan segala
cara. la yakin, tanpa menghalalkan segala cara pun ia tetap akan mendapatkan rezeki yang dijanjikan
Allah. la menyadari, posisi rezeki yang dicarinya tidak akan melebihi dari tiga hal. Pertama, rezeki
yang ia makan hanya akan menjadi kotoran. Kedua, rezeki yang ia pakai hanya akan menjadi benda
usang. Ketiga, rezeki yang ia nafkahkan akan bernilai di hadapan Allah SWT.
Selain itu, orang yang qana’ah akan mencari harta dan dunia untuk membekali dirinya agar
lebih kuat dalam beribadah, menafkahi keluarga. menyantuni orang lain, menguasai ilmu pengetahuan,
dan tidak membebani orang lain ketika Allah menimpakan kesulitan kepada dirinya
Lawan kata dari qanaah ini adalah tamak. Orang yang tamak adalah orang yang selalu merasa
kurang, kurang, dan terus merasa kurang, walaupun dia sudah mendapatkan karunia dan rizqi
berlimpah. Dengan demikian, orang yang tamak ini identik dengan rakus, semuanya ingin dimiliki.
Sudah punya satu, ingin dua; sudah punya dua, ingin tiga; sudah punya tiga, ingin empat, dan
seterusnya. Sudah mempunyai ini, ingin juga yang itu; sudah punya itu, masih ingin yang lain. Akan
semakin berbahaya apabila orang yang tamak ini tidak lagi menghiraukan mana yang halal dan mana
yang haram.
Orang yang tamak selalu mengukur kemuliaan dengan harta, dia merasa semakin banyak harta
maka akan menjadi semakin mulia. Dalam agama Islam diajarkan bahwa pada hakikatnya kemuliaan
itu tidak tergantung pada banyak sedikitnya harta, namun kepada kemurahan jiwa. Hadis rasulullah :
َلي س اْلغنى ع ن َ كثْرة الْعر ِ ض ولك ن اْلغنى غنى النفْ ِ س. (متفق عليه)
Artinya : “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan
jiwa.” (HR. Bukhari-Muslim)
Orang yang qana’ah akan senantiasa merasa tenteram dan merasa berkecukupan terhadap apa
yang dimilikinya selama ini. Karena meyakini bahwa pada hakikatnya kekayaan ataupun kemiskinan
tidak diukur dari banyak dan sedikitnya harta. Akan tetapi, terletak kepada kelapangan hatinya untuk
menerima dan mensyukuri segala karunia yang diberikan Allah SWT.
Hadis Rasulullah saw.
قَا َ ل : َق د َأفَْل ح م ن َاسَل م ور ِ ز ق َ كَفافًا ع ن عب د اللهِ ب ِ ن ع مٍرو َأنَّ رسو َ ل اللهِ
وَقنعه اللهُ ِب ما َاتاه (رواه مسلم)
Artinya : “Dari Abdillah bin Amr, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Sungguh
beruntung orang yang beragama Islam dan dicukupkan rizqinya, kemudian merasa cukup dengan apa
yang diberikan Allah kepadanya.” (HR. Muslim)
Tidak sedikit orang yang secara materi melimpah, tetapi tetap merasa miskin, tamak, serakah,
dan rakus.
Sifat qana’ah merupakan mesin penggerak batin yang senantiasa mendorong manusia untuk
meraih suatu kemajuan hidup yang disesuaikan dengan kemampuan diri. Begitu pula segala gerak
langkah dan orientasi hidupnya selalu tergantung kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda :
ع ن ح كي ِ م ب ِ ن حزاٍم ر ِ ض الله ُ عنه قَا َ ل سَألْت رسو َ ل اللهِ صلَّى الله ُ عَليه و سلَّ م َفَاع َ طاِنى
ُثم سَألْته َفَاع َ طاِنى ُثم قَا َ ل: يا ح كيم انَّ ه َ ذا الْما َ ل خ ضر خلْ و. َف من َا خ َ ذه ِبسخا وة نفْ ٍ س
بوِ ر ك َله فيه ومن َا خ َ ذه ِباشرا ف نفْ ٍ س َل م يبا ر ك َله فيه وكَا َ ن َ كالَّ ذ ي يأْكُلُ و َ لايسبع.
(متفق عليه)
Artinya: “Dari Hakim bin Hizam RA. Ia berkata : “Saya minta kepada nabi, maka beliau memberi
kepadaku. Kemudian saya meminta lagi dan diberinya lagi, kemudian beliau bersabda : “Hai Hakim!
Harta ini memang indah dan manis, maka siapa yang mengambilnya dengan kelapangan hati, pasti
diberikan keberkatan baginya. Sebaliknya siapa yang menerima dengan kerakusan pasti tidak berkah
baginya, bagaikan orang makan yang tak kunjung kenyang.” (HR. Bukhari Muslim)
Untuk menumbuhkan sifat qona’ah tentunya tidak langsung jadi dengan sendirinya. Agar bisa
mempunyai sifat itu, memerlukan latihan dan pembiasaan-pembiasaan sejak dini yang pada akhirnya
sifat tersebut akan mendarah daging dalam diri seseorang sebagai bagian dari hidupnya. Dengan
demikian, hatinya akan senantiasa merasa tenteram dan stabil selama di dunia serta senantiasa siap
menyongsong kehidupan di akhirat.
Qana’ah bukan berarti menerima apa adanya disertai dengan sikap malas, tetapi harus diiringi
dengan usaha keras. Jika usaha tersebut hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, maka
harus diterima dengan sikap sabar. Sebaliknya jika usaha tersebut memperoleh hasil yang memuaskan,
maka yang menyertai adalah sikap syukur kepada Allah SWT.
Dengan sikap qona’ah ini berarti kita menanamkan pola hidup sederhana yang sehat, karena pada
dasarnya orang yang selalu mengejar-ngejar harta kekayaan hatinya tidak akan tenteram.
Selengkapnya.....
Taat dan Penerapannya
TAAT DAN PENERAPANNYA
Taat berarti tunduk dan patuh untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang
dilarang. Sifat taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan ini sangat diperlukan
dalam kehidupan beragama, dalam keluarga, bermasayarakat, maupun bernegara.
Dalam beragama seseorang diperintahkan untuk taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya, dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Orang yang taat akan tetap melaksanakan shalat
dalam keadaan sesibuk apapun, orang yang taat juga tetap menjalankan puasa walaupun merasaklan
lapar dan dahaga. Orang yang taat juga senang berzakat dan berderma walaupun kalau dihitung secara
matematis hartanya berkurang, namun dia meyakini bahwa pada hakikatnya harta itu tidak berkurang
karena Allah SWT akan memberikan balasan yang lebih banyak.
Di dalam berkeluarga maka seluruh anggota keluarga harus taat kepada tatanan keluarga, suami
bertanggung jawab menafkahi dan menyayangi anak istrinya; Istri taat kepada suami dan menjaga
harta serta mendidik anak-anaknya dengan baik; anak taat dan patuh kepada kedua orang tuanya.
Sikap taat dalam kehidupan berkeluarga juga dapat diwujudkan dengan menjalankan tugas di
lingkungan keluarga dengan baik. Jika seluruh anggota keluarga menerapkan sikap taat, maka akan
terwujud keluarga yang bahagian dan tenteram atau sakinah.
Penerapan sifat taat dalam kehidupan bermasayarakat adalah dengan mematuhi peraturan dan menjaga
ketertiban di lingkungan masyarakat. Jika seluruh anggota masyarakat menerapkan sifat taat maka
akantercipta lingkungan yang aman, tenteram dan damai. Suasana semacam ini akan membuat seluruh
anggota masyarakat merasakannya.
Demikan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara harus taat kepada
pemerintah dan aturan-aturan yang berlaku.
Dengan demikian tujuan utama Allah SWT memerintahkan kita agar menjadi orang yang taat adalah
agar tercipta keidupan di dunia yang tenteram, damai, aman, dan membahagiakan. Sebaliknya jika saja
seluruh manusia tidak memiliiki sifat taat, maka akan terjadi ketidakteraturan dan kerusakan.
Firman Allah SWT dalam Alquran:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul(Nya), dan ulil amri di antara
karnu. Kemudian jika karnu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah don hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa-: 59)
Taat berarti tunduk dan patuh untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang
dilarang. Sifat taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan ini sangat diperlukan
dalam kehidupan beragama, dalam keluarga, bermasayarakat, maupun bernegara.
Dalam beragama seseorang diperintahkan untuk taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya, dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang taat akan tetap melaksanakan shalat
dalam keadaan sesibuk apapun, orang yang taat juga tetap menjalankan puasa walaupun merasaklan
lapar dan dahaga. Orang yang taat juga senang berzakat dan berderma walaupun kalau dihitung secara
matematis hartanya berkurang, namun dia meyakini bahwa pada hakikatnya harta itu tidak berkurang
karena Allah SWT akan memberikan balasan yang lebih banyak.
Di dalam berkeluarga maka seluruh anggota keluarga harus taat kepada tatanan keluarga, suami
bertanggung jawab menafkahi dan menyayangi anak istrinya; Istri taat kepada suami dan menjaga
harta serta mendidik anak-anaknya dengan baik; anak taat dan patuh kepada kedua orang tuanya.
Sikap taat dalam kehidupan berkeluarga juga dapat diwujudkan dengan menjalankan tugas di
lingkungan keluarga dengan baik. Jika seluruh anggota keluarga menerapkan sikap taat, maka akan
terwujud keluarga yang bahagian dan tenteram atau sakinah.
Penerapan sifat taat dalam kehidupan bermasayarakat adalah dengan mematuhi peraturan dan menjaga
ketertiban di lingkungan masyarakat. Jika seluruh anggota masyarakat menerapkan sifat taat maka
akantercipta lingkungan yang aman, tenteram dan damai. Suasana semacam ini akan membuat seluruh
anggota masyarakat merasakannya.
Demikan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara harus taat kepada
pemerintah dan aturan-aturan yang berlaku.
Dengan demikian tujuan utama Allah SWT memerintahkan kita agar menjadi orang yang taat adalah
agar tercipta keidupan di dunia yang tenteram, damai, aman, dan membahagiakan. Sebaliknya jika saja
seluruh manusia tidak memiliiki sifat taat, maka akan terjadi ketidakteraturan dan kerusakan.
Firman Allah SWT dalam Alquran:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul(Nya), dan ulil amri di antara
karnu. Kemudian jika karnu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah don hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa-: 59)
Selengkapnya.....
TAWADHU DAN PENERAPANNYA
PERILAKU TERPUJI
Iman seseorang dapat dibuktikan dengan beribadah kepada Allah SWT dan melakukan perbuatanperbuatan
(amal) saleh kepada sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Keimanan seseorang
tidak hanya tercermin dalam ibadahnya namun juga dalam perilaku sehari-hari. Perilaku seorang
mukmin dalam kehidupan sehari-hari telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. yaitu berupa akhlakakhlak
mulia (akhlaqul karirnah).
Rasulullah SAW merupakan teladan bagi seluruh umatnya. Segala perilaku Rasulullah SAW, baik
perkataan, perbuatan maupun kepribadiannya merupakan contoh yang baik untuk ditiru. Di antara
perilaku Rasulullah yang patut untuk ditiru adalah tawaddu', taat, qana'ah, dan sabar. Bagaimana
gambaran perilaku tersebut? Marilah kita kaji melalui uraian berikut!
TAWADHU DAN PENERAPANNYA
Tawaddu' berarti rendah hati, sehingga orang yang tawadhu senantiasa menempatkan dirinya tidak
lebih tinggi dari orang lain. Dengan demikian orang yang tawadhu mau menerima kebenaran, apapun
bentuknya dan dari siapapun asalnya. Ketika melakukan suatu kesalahan dan diingatkan, maka orang
yang tawadhu segera mengakuinya serta berterima kasih kepada orang yang mengingatkan. Mengapa
demikian? Kren aorang yag tawadhu menyadari bahwa sebagai makhluk dirinya tentu masih
mempunyai kekurangan, dan hanya Allah SWT yang sempurna.
Itulah gambaran orang yang tawadhu? Bagaimana dengan kalian? Apakah dalam kehifupan sehari-hari
sudah berlaku demikian?
Lawan sifat tawadhu adalah sombong atau takabur. Orang yang takabur selalu merasa lebih tinggi dari
orang lain. Dengan demikian orang yang sombong pasti sulit diingatkan, bahkan tidak jarang kalau
diingatkan akan marah. Dia tidak menyadari bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan.
Setiap muslim ditekankan agar selalu bersikap tawaddu'. Tawaddu' membuat seseorang disenangi dan
disegani orang lain. Perhatikan contoh berikut! Ada seorang juara kelas yang pandai namun rendah
hati. Walaupun pandai, ia tidak menyombongkan diri. Ia merasa bahwa masih banyak orang lain yang
lebih pandai darinya. Kepandaiannya hanya sebagian kecil dibandingkan kepandaian Allah SWT. Ia
juga dengan murah hati membagi kepandaiannya dan mau belajar kepada orang lain. lbarat ilmu padi.
semakin berilmu maka is semakin merendah. Teman-teman di kelas pasti menyenanginya.
Contoh lain, ada seorang konglomerat (orang kaya) yang tidak sombong dengan kekayaannya. Ia
selalu mengeluarkan zakat dan sedekah kepada fakir miskin. Baginya, di dunia ini tidak ada orang
yang kaya karena kekayaan hanyalah milik Allah SWT. Harta yang dimilikinya tidak lain hanyalah
titipan Allah SWT yang harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Siapa yang tidak senang dengan
orang yang memiliki sifat ini?
Allah SWT sangat menyukai orang yang memiliki akhlak tawaddu' dan sangat membenci
orang yang sombong dan takabbur. Firman Allah SWT dalam Alquran:
Artinya: Dan harnba-harnba Tuhan Yang Ma ha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil men yapa mereka, mereka mengticapkan
kata-kata yang baik. (QS. Al Furcan: 63)
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut jelas bahwa orang yang memiliki sifat tawaddu adalah
hamba-hamba yang disayangi Allah SWT. Salah satu ciri sifat tawaddu' adalah selalu berbuat baik
termasuk kepada orang-orang yang bodoh.
Untuk memiliki dan mengembangkan sifat tawaddu' memang tidak mudah. Perlu pembiasaan secara
bertahap. Ada beberapa langkah awal yang bisa dilakukan untuk melatih munculnya sifat tawaddu'.
antara lain sebagai berikut.
1.Mengenal Allah
Dengan mengenal Allah beserta sifat-sifatnya, maka akan muncul kesadaran bahwa manusia adalah
makhluk yang sangat lemah dan kecil. Begitu kuasa, kaya, dan besamya Allah. Oleh karena itu
tidaklah pantas bagi manusia untuk menyombongkan diri.
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, clan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan Kati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl
: 78)
2.Mengenal diri
Dilihat dari asal usulnya. manusia berasal dari setetes air mani yang hina. Kemudian manusia lahir ke
dunia tanpa daya dan tidak mengetahui apapun.
Firman Allah SWT dalam Alquran:
Oleh karena itu manusia tidak berhak sombong. Sudah seharusnyalah manusia bersikap tawaddu',
sebab ia lemah dan tidak banyak mempunyai pengetahuan.
3. Mengenal kekurangan diri
Seseorang dapat terjebak pada kesombongan bila ia tidak menyadari kekurangan yang ada pada
dirinya. Botch jadi seseorang mengira bahwa dirinya telah banyak melakukan kebaikan. padahal ia
justru melakukan kerusakan dan aniaya.
Oleh karena itu setiap muslim hams selalu melakukan introspeksi diri sebelum melakukan, saat
melakukan, dan sesudah melakukan sesuatu. Hal itu dilakukan setiap muslim agar sadar akan
kekurangan dirinya sejak dini, sehingga ia akan bersikap tawaddu' dan tidak sombong kepada orang
lain.
4. Merenungkan nikmat Allah
Pada hakikatnya, seluruh nikmat yang dianugerahkan Allah kepada hamba--Nya adalah ujian untuk
mengetahui siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur. Namun banyak di antara manusia yang tidak
menyadari hal tersebut, sehingga mereka membanggakan dan menyombongkan nikmat yang Allah
berikan kepadanya.
Semua manusia pada hakekatnya diciptakan sama. la berasal dari bahan yang sama dan keturunan
yang satu. yaitu Adam dan Hawa. Tidak ada kelebihan antara satu dengan yang lainnya dihadapan
Allah SW I' kecuali derajat ketakwaannya. Memang benar di dunia ini manusia terbagi alam dua
golongan sifat yang saling berlawanan: ada yang kaya ada pula yang miskin, ada yang pintar ada pula
yang bodoh, ada yang normal ada pula yang cacat. ada yang tinggi ada pula yang pendek. Hal ini tidak
bisa dipungkiri, karena memang merupakan ketentuan Allah (sunnatullah). Sikap tawadclu'-lah yang
berfungsi untuk menyamakan dua golongan sifat itu pada satu derajat dan satu kedudukan, sehingga
tidak ada lagi yang merasa lebih tinggi ataupun lebih rendah ketimbang lainnya
sumber : Mapel PAI kelas VII
Selengkapnya.....
Beriman dan Istiqomah
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah rodhiallohu ‘anhu, aku berkata: wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain selain engkau, (maka) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ucapkanlah: “aku beriman kepada Allah”, kemudian beristiqomahlah dalam ucapan itu” (HR. Muslim, no. hadits: 38)
Biografi Perawi Hadits
Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Sufyan bin ‘Abdillah bin Rabi’ah bin Al Harits Ats Tsaqafi rodhiallohu ‘anhu, kunyah beliau adalah Abu ‘Amr, ada juga yang mengatakan: Abu ‘Amrah, beliau adalah sahabat yang mulia yang menjabat gubernur wilayah Ath Thaif pada jaman kekhalifahan ‘Umar bin Al Khaththab rodhiallohu ‘anhu, hadits ini adalah satu-satunya hadits yang beliau riwayatkan yang terdapat dalam Al Kutubus sittah (kitab hadits yang enam) Lihat Tahdzibut Tahdzib (4/115).
Kedudukan Hadits
Hadits ini mengandung wasiat (nasihat) yang sangat besar manfaatnya dan mencakup semua perkara agama, dan termasuk Jawami’ul kalim (hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lafaznya singkat tapi maknanya padat). Lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 86) dan Jami’ul ‘Ulum (hal. 510).
Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini
Pertama:
Besarnya semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanyakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka dalam menanyakan hal-hal tersebut adalah benar-benar untuk mengilmui (mengetahui) dan mengamalkannya, bukan hanya semata-mata untuk pengetahuan, karena ilmu yang tidak dibarengi amal adalah seperti pohon yang tidak memiliki buah, Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang hamba-hambaNya yang bertakwa:
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan menganugerahkan kepada mereka ketakwaannya” (QS Muhammad:17)
Imam Al Khatib Al Baghdadi berkata: Seorang penuntut ilmu hendaknya menjadikan urusan-urusan kehidupannya berbeda dengan kebiasaan orang-orang awam, dengan selalu berusaha mengamalkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (dalam setiap urusannya) semaksimal mungkin dan menerapkan sunnah-sunnah Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam dirinya, karena sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al Ahzaab: 21)
Kemudian Al Khatib Al Baghdadi menyebutkan kisahnya Abu ‘Ishmah ‘Ashim bin ‘Isham, dia berkata: Suatu malam aku menginap di rumah Imam Ahmad bin Hambal, beliau membawakan air (untuk aku gunakan ketika berwudhu) dan beliau meletakkan air itu (di dekatku), maka besok paginya dia melihat air itu (dan mendapatinya tetap) seperti semula (tidak aku pakai untuk berwudhu), maka beliau pun berkata: Subhanallah, seorang penuntut ilmu tidak punya wirid (zikir/bacaan Al Quran yang terus dilakukan oleh seseorang) pada malam hari? Al Jami’ Liakhlaqirraawi wa Adabissaami’ (1/215), lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 85)
Kedua:
Iman kepada Allah ‘azza wa jalla mencakup semua hal yang wajib diyakini dalam landasan dan pokok-pokok keimanan dari apa-apa yang Allah ‘azza wa jalla beritakan tentang diri-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk,yang disertai dengan amalan-amalan dalam hati, ketaatan dan ketundukan yang sepenuhnya lahir dan batin kepada Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga:
Keharusan untuk tetap istiqomah dalam keimanan sampai di akhir hayat, dan makna istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling darinya ke kiri maupun ke kanan, dan ini semua mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah ‘azza wa jalla) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (hal. 510). Dan perintah untuk beristiqomah disebutkan dalam banyak ayat Al Quran, di antaranya firman Allah ‘azza wa jalla:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Robb kami ialah Allah” kemudian mereka beristiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fushshilat: 30), dan firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf: 13-14)
Akan tetapi, bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin dapat terus-menerus sempurna dalam istiqomah, karena bagaimana pun manusia tidak akan luput dari kesalahan dan kelalaian yang menyebabkan berkurangnya nilai keistiqomahannya, oleh karena itu Allah ‘azza wa jalla memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang bertakwa untuk mengatasi keadaan ini dan memperbaiki kekurangan tersebut, yaitu dengan beristigfar (meminta ampun kepada Allah ‘azza wa jalla) dari semua dosa dan kesalahan, Allah berfirman:
“Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya” (QS. Fushshilat: 6), dan istigfar di sini mengandung pengertian bertaubat dan kembali kepada keistiqamahan. Dan ayat ini semakna dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: kepada Mu’adz bin Jabal radhiallohu ‘anhu: “Bertakwalah kepada Alloh di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik itu akan menghapuskan (dosa) perbuatan buruk tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad 5/153, dan At Tirmidzi no. hadits 1987) Ibid.
Keempat
Dalam Al Quran dan hadits-hadits yang shahih Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan sebab-sebab untuk tetap teguh dan istiqomah dalam keimanan, dan kami akan sebutkan dalam makalah ini beberapa sebab penting di antara sebab-sebab tersebut sebagai berikut:
1. Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat,dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS. Ibrahim: 27)
Makna ‘ucapan yang teguh’ dalam ayat ini adalah dua kalimat syahadat yang dipahami dan diamalkan dengan benar, sebagaimana yang ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya (jilid 4, hal. 1735):
Dari Baro’ bin ‘Azib rodhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “seorang muslim ketika dia ditanya (diuji) di dalam kuburnya (oleh malaikat Munkar dan Nakir) maka dia akan bersaksi bahwa ‘tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah’ (لا إله إلا الله) dan ‘Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah’ (محمد رسول الله), itulah makna Firman-Nya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.
2. Membaca Al Quran dengan menghayati dan merenungkannya
Al Quran adalah sumber peneguh iman yang paling utama bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Alloh:
“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS. An Nahl: 102)
Allah ‘azza wa jalla telah menjelaskan dalam Al Quran bahwa tujuan diturunkannya Al Quran secara berangsur angsur adalah untuk menguatkan dan meneguhkan hati Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam , Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Berkatalah orang-orang yang kafir: mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)” (QS. Al Furqon: 32)
3. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.
Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah keberadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)” (QS. At Taubah: 119)
Dalam sebuah hadist yang hasan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan” (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah dalam kitab “Sunan” (jilid 1, hal. 86) dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman” (jilid 1, hal. 455) dan Imam-imam lainnya, dan dihasankan oleh Syekh Al Albani)
4. Berdoa kepada Alloh
Dalam Al Quran Allah ‘azza wa jalla memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah ‘azza wa jalla berfirman :
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali ‘Imran: 146-148)
Dalam ayat lain Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (QS. Al Baqoroh: 250)
5. Membaca kisah-kisah para Nabi dan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam serta orang-orang shalih yang terdahulu untuk mengambil suri teladan.
Dalam Al Quran banyak diceritakan kisah-kisah para Nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu, yang Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tsb ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Surat 11. HUD - Ayat 120)
Sumber: http://muslim.or.id/?p=280
Selengkapnya.....
Selasa, 11 Mei 2010
Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran Inkuiri menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa
dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru
dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic,
yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
1. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal
untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan
siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran
itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari
dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian,
strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber
belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas
pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru
dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya
merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya ditun37
tut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat
menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran
belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal.
Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya
manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan
demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat
dominan dalam proses pembelajaran.
2. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.
Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada
hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi
anta-ra siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi
berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai
pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah
guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
Karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri
sangat diperlukan.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan
otak secara maksimal.
d. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan
38
berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukannya.
Selengkapnya.....
Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)
Selengkapnya.....
Jumat, 07 Mei 2010
Ciri-ciri Orang Yang Matang Beragama Islam
Ilmu jiwa agama adl suatu bidang disiplin ilmu yg berusaha mengeksplorasi perasaan dan pengalaman dalam kehidupan seseorang. Penelitian itu didasarkan atas dua hal yaitu sejauh mana kesadaran beragama dan pengalaman beragama . Apabila standar itu kita coba terapkan pada seseorang yg secara spesifik beragama Islam maka akan kita lihat beberapa standar diantaranya Al-Qur’an dan As-Sunnah dan penjelasan para ulama.
AL-QUR’AN
Kriteria yg diberikan oleh Al-Qur’an bagi mereka yg dikategorikan orang yg matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu’minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan.
Mereka yg khusyu’ shalatnya
Menjauhkan diri dari tiada berguna
Menunaikan zakat
Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yg sah
Jauh dari perbuatan melampaui batas
Memelihara amanat dan janji yg dipikulnya
Memelihara shalatnya
Merendahkan diri dan bertawadlu’
Menghidupkan malamnya dgn bersujud
Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh dari jahanam
Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir
Tidak menyekutukan Allah tidak membunuh tidak berzina
Suka bertaubat tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia memperhatikan Al-Qur’an bersabar dan mengharap keturunan yg bertaqwa
AS-SUNNAH
Rasulullah SAW memberikan batas minimal bagi seorang yg disebut muslim yaitu disebut muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa aman dari lidah dan tangannya . Sementara ciri-ciri lain disebutkan cukup banyak bagi orang yg meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi SAW menganjurkan dgn cara peringatan seperti “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri” . “Tidak beriman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari gangguannya” . “Tidak beriman seseorang kepada Allah sehingga dia lbh mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..” . Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yg beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu orang lain demikian juga dia menghormati tetangganya saudara sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Ringkas kata dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur’an dan mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW sehingga dia betul-betul menjaga hubungan “hablum minallah” dan “hablum minannaas” .
Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri keagamaannya matang adl apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa itu ada empat menurut Ali r.a.
Mengamalkan isi Al-Qur’an
Mempunyai rasa takut kepada Allah sehingga berbuat sesuai dgn perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
Merasa puas dgn pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit
Persiapan utk menjelang kematian dgn meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh
Sedangkan Ibnul Qoyyim ulama abad ke 7 menyebutkan 9 kriteria bagi orang yg matang beragama Islamnya.
Dia terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas keimanannya agar selalu bertambah kualitasnya
Dia terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan keagungan Allah serta segala yg dijanjikan di akherat kelak sehingga dia menyibukkan diri utk meraihnya
Dia terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan utk memikirkan ayat-ayat Allah Al-Kauniyah dan Al-Qur’aniyah .
Dia terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan kepada Allah senang atau benci marah atau rela semuanya krn Allah.
Dia terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas pondasi akhlak mulia sehingga kalau berbicara dia jujur bermuka manis menyantuni yg tidak mampu tidak menyakiti orang lain dan berbagai akhlak mulia
Dia terbina kemasyarakatannya krn menyadari sebagai makhluk sosial dia harus memperhatikan lingkungannya sehingga dia berperan aktif mensejahterakan masyarakat baik intelektualitasnya ekonominya kegotang-royongannya dan lain-lain
Dia terbina keamuannya sehingga tidak mengumbar kemauannya ke arah yg distruktif tetapi justru diarahkan sesuai dgn kehendak Allah. Kemauan yg mendorongnya selalu beramal shaleh
Dia terbina kesehatan badannya krn itu dia memberikan hak-hak badan utk ketaatan kepada Allah krn Rasulullah SAW bersabda “Orang mukmin yg kuat itu lbh baik dan dicintai Allah daripada mukmin yg lemah”
Dia terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yg dihalalkan Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yg shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara.
Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal utk mengetahui dan mengukur sejauh mana kematangan beragama Islam seseorang. Sengaja kami batasi agama Islam krn pembahasan ciri-ciri beragama secara umum terlalu luas. Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat yg komplek dgn problematika kehidupannya maka sungguh orang yg beragamalah yg akan terhindar dari penyakit stress kata Robert Bowley.
Referensi
Al-Qur’an dan terjemahannya Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Qur’an
Hadits-hadits Nabi yg terkumpul dalam Shahih Bukhari Muslim dan lain-lain
Ilmu Jiwa Agama Prof. DR. Zakiah Derajat Bulan Bintang Jakarta cet. 15 1996
Al-Fikrut Tarbawi ‘Inda Ibnil Qoyyim Dr. Hasan bin Ali bin Hasan Al-Hajjaji Darul Hafidz Jeddah cet. I 1408 H - 1988 M.
Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
Selengkapnya.....
Kematangan Beragama
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematanan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
Seperti halnya yang telah dijelaskan diatas dalam tingkat perkembangan yang dicapai diusia anak-anak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan perkembangan rohani. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan pribadi maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.
Keterlambatan pencapaian kematangan rohani ini menurut ahli psikokogi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan kepribadian. Factor-faktor ini menurut Dr.Singgih D. Gunarsa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang terdapat pada diri anak dan factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus (intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus), emosionalitas. Semua factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang.
Selanjutnya yang termasuk pengaruh factor lingkungan adalah: keluargaa, sekolah (Singgih D.Gunarta: 88-96). Selain itu ada factor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan kematangan beragama.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing
Selengkapnya.....
GURU YANG SESUNGGUHNYA IKUT MENANGIS
Oleh : Masmariah
Berangkat dari sebuah pertanyaan: “Siapakah yang patut disalahkan atas kebobrokan moralitas generasi bangsa pada masa pancaroba ini?”
Sungguh sebuah keprihatinan yang mengiris hati sanubari bagi orang-orang yang merindukan keluhuran moralitas, akhlak dan harga diri yang bernilai bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Betapapun kemajuan teknologi yang begitu cepat dalam berbagai hal, bukan berarti malah menjadikan kemajuan itu sebagai senjata yang meracuni perilaku dan akhlak generasi bangsa ke arah negatif, atau mungkin sengaja membiarkan sebuah arus negatif yang akan membawa mereka kepada kehancuran.
Tidaklah demikian, bagi orang yang mengerti dan memahami esensi modernisasi zaman. Sudah seyogyanya mereka mampu menela’ah secara kritis pengaruh positif dan negatifnya, sehingga pada akhirnya diharapkan mampu untuk mem-back up krisis multi dimensi di kalangan generasi bangsa.
Mari kita telusuri bersama, apa yang menjadi akar permasalahan sehingga bangsa ini belum mampu untuk mewariskan generasi bangsa yang unggul, yang bermental kuat iman dan fisiknya, yang cerdas, terdidik dan berintelektual tinggi, generasi bangsa yang jauh dari sikap berleha-leha melainkan senantiasa bekerja keras, terampil, produktif, aktif, dan inovatif, generasi bangsa yang mandiri , kritis dan memiliki sikap dewasa dalam menyikapi segala hal, generasi bangsa yang bangga akan keagungan jati diri bangsanya, menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan akhlak.
Inilah yang semestinya kita perjuangkan bersama, untuk mengestafetakan perjuangan untuk perubahan nasib generasi bangsa. Adapun hal-hal yang harus kita kritisi bersama atas terjadinya kebobrokan moralotas generasi bangsa ini:
1. Tidak adanya perhatian yang khusus pada pendidikan.
Pendidikan adalah pondasi dasar utnuk membangun sebuah peradaban di dunia ini, semua itu terbukti dari masa yang silam sejarah perkembangan pendidikan telah mampu memberikan jaminan untuk menghantarkan manusia pada kehidupan yang lebih baik. Mari kita sadari, pendidikan adalah tanggung jawab bersama, yang seharusnya diberikan perhatian khusus dari semua unit di negeri ini, bukan hanya sekedar dititikberatkan pada lembaga pendidikan formal dan guru saja, yang dianggapnya memiliki peranan penting untuk membentuk generasi bangsa. Tetapi kita pun tidak bisa menafikan bahwa sebuah lembaga pendidikan dan guru memiliki keterbatasan dalam hal itu. Agar pendidikan mampu bergerak secara optimal, maka keterlibatan semua komponen haruslah terjalin, baik itu dari keluarga, lembaga pendidikan formal, masyarakat dan pemerintah.
Contoh utamanya adalah komponen keluarga. Komponen inilah yang paling berperan, sehingga dituntut memiliki kepekaan kontrol dalam mengawasi pergaulan anaknya:
Dalam hal ini Dadang Hawari mengemukakan, “ Perubahan-perubahan yang begitu cepat sebagai konsekuensi globalilsasi, modernisasi, industrialisasi, dan iptek telah mengakibatkan perubahan pada nilai-nilai kehidupan social dan budaya. Perubahan itu antara lain pada nilai moral, etika, kaidah agama, dan pendidikan anak dirumah, pergaulan dan perkawinan, perubahan ini muncul karena pada masyarakat modern telah terjadi pergeseran pola hidup yang semula bercorak social religius ke pola individual, matrealistis dan sekuler. Salah satu dampak perubahan itu adalah terancamnya lembaga perkawinan yang merupakan lembaga pendidikan dini bagi anak dan remaja. Dalam masyarakat modern, telah terjadi perubahan dalam mendidik anak dan remaja dalam keluarga, misalnya orangtua banyak memberikan kelonggaran dan serba boleh pada anak. Demikian pula pola hidup konsumtif telah mewarnai kehidupan anak, yang damapaknya adalah kenakalan remaja, penggunaan narkoba, alcohol dan zat aditif lainnya. “
Di sisi lain, komponen pemerintah, penegak hukum, para pakar di bidang media, budaya, seni dan tokoh masyarakat sudah sewajibnya memberikan corak warna yang mempesona kepada generasi bangsa dengan pendidikan sehingga virus kebobrokan moralitas generasi bangsa ini bisa teratasi.
2. Konsep pendidikan yang melupakan jati diri bangsa.
Hal ini seringkali kita lupakan : sebuah pembentukan generasi bangsa yang memiliki jati diri bangsanya sendiri , melalui jalan konsep pendidikan. Hal ini seharusnya mampu mewarnai para generasi bangsa yang diarahkan pada kemajuan intelektual yang memiliki kesadaran penuh untuk membangun dan membesarkan nama bangsanya sendiri. Akan tetapi semuanya itu pudar terbawa arus gelombang kelonggaran dan kebiasan dalam menentukan konsep pendidikan di negeri ini sehingga para generasi unggulan yang bisa diharapkan malah beralih, menjauh dan meninggalkan kekhasan jati diri bangsa sendiri. Dan pada akhirnya muncul produk-produk manusia tanpa jati diri.
3. Pendidikan yang dikomersilkan.
Nun jauh disana kita sebagai rakyat biasa seringkali terjebak dengan keindahan bahasa dari para penguasa mengenai peningkatan kualitas mutu pendidikan yang tidak terhingga mahalnya, mulai dari jenjang terendah hingga jenjang teratas. Hal ini membuat rakyat biasa merasa tertekan dan frustasi untuk menyeimbangkan kebijakan penguasa yang tidak terarah.
Bukankah pndidikan itu infestasi masa depan? Yang bisa menjamin kemajuan sumber daya negeri ini? Namun faktanya, jalan untuk menempuh itu, pendidikan selalu dikomersilkan, yang mengakibatkan sistem pendidikan rusak.
4. Metode pembelajaran hanya sekedar transfer ilmu
Dalam proses kegiatan belajar mengajar seorang guru ataupun dosen memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik. Bukan hanya sekedar transfer ilmu, namun hendaknya diupayakan transfer ilmu itu membekas pada pengamalan.
5. Lunturnya pribadi guru dari jiwa kharismatik.
Jika kita ambil perbandingan peran guru di masa kini dengan masa dulu, ada sebuah pergeseran peran yang cukup jauh, mengapa hal ini bisa terjadi? Dulu, guru mampu beperan sebagai pengganti orangtua disertai memberikan pengajaran dengan penuh perhatian, perjuangan, pengorbanan, kesungguh-sungguhan, dengan do’a , cinta dan keikhlasan, jiwa keteladanan, sehingga mampu menghujamkan pengaruh yang luar biasa ke pribadi-pribadi anak didiknya. Saat itu guru dipandang sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru, dimuliakan dan dihormati. Memang seharusnya seperti itulah cerminan seorang guru yang memiliki jiwa kharismatik dan tanggung jawab terhadap amanah yang diembannya.
Sebagai pertanyaan, “ masih melekatkah jiwa kharismatik didalam pribadi guru masa kini?” jika masih, seberapa jauhkah mata hati meninjau kondisi generasi bangsa yang sat ini terlihat carut-marut, kebobrokan para pelajar begitu terlihat jelas, nilai2 agama disepelekan, tata krama dan sopan santun dalam bersikap dianggap sebagai sesuatuyang norak, kebebasan sex sudah menjadi kewajaran, munculnya kebrutalan di kalangan pelajar, gaya hidup hedonis dan kelemahan akal serta mental membentuk generasi yang mudah frustasi, enggan belajar keras untuk meraih kelulusan karena bertumpu pada finansial.
Sejauh manakah guru masa kini menyikapi masalah ini?
Sejauh manakah esensi pengajaran yang telah disampaikan?
Seorang guru yang bijak akan membuang jauh sifat apriorinya dan berkata dari lubuk hati yang terdalamnya “ ini adalah sebuah kelalaian yang berlarut-larut, yang tidak bisa dibenahi dalam waktu yang singkat.” Atas ketidakberdayaan, guru yang sesungguhnya turut menangis.
Selengkapnya.....
WAJAH BURUK PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh : Neneng Hermawati
Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan adalah pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Seperti sandang, pangan, dan papan, Namun, sangat miris rasanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Berbagai masalahpun timbul, mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, kurikulum yang gonta-ganti, ketidakprofesionalan para pendidik, sampai kepribadian peserta didik yang jauh dari yang diharapkan.
Bila dilihat dari segi kualitas pendidikan kita, menurut penelitian Human Development Indeks (HDI) tahun 2004, Indonesia berada di urutan ke 111 dari 175 negara. Begitupun menurut majalah Asia Week yang melakukan penelitian terhadap Universitas terbaik di Asia, dalam majalah ini disebutkan bahwa tidak satupun Perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam 20 terbaik. UI berada di peringkat 61 untuk kategori universitas multidisiplin, UGM diperingkat 68, UNDIP diperingkat 77, Unair diperingkat 75, sedangkan ITB diperingkat 21 untuk universitas sains dan teknologi, kalah dibandingkan universitas nasional sains dan teknologi Pakistan. Selain itu dilihat dari kepribadian perilaku pelajar kita, tidak sedikit dari mereka yang tawuran antar sekolah atau antar perguruan tinggi, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, ataupun perilaku mereka yang sudah tergolong dalam tindak kriminal. Seperti geng motor yang kebanyakan anggotanya masih berstatus pelajar.
Beginilah wajah buruk pendidikan kita, setidaknya bila kita cermati terdapat dua faktor yang mempengaruhi gagalnya pendidikan yang berlaku di Indonesia. Pertama, paradigma pendidikan nasional. Kedua, mahalnya biaya pendidikan. Diakui atau tidak sistem pendidikan yang berlaku saat ini adalah sistem pendidikan yang memisahkan peranan agama dari kehidupan. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab ke VI tentang jalur jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Adanya pembagian pendidikan umum dan keagamaan yang terdapat pada pasal tersebut memberikan gambaran bahwasanya pendidikan kita memang dikotomi. Pendikotomian pendidikan melalui kelembagaan dapat terlihat dari pendidikan agama terdapat pada madrasah-madrasah, institut agama, dan pesantren. Dan lembaga-lembaga tersebut dikelola oleh Departemen Agama. Sementara pendidikan umum melalui Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Kejuruan, serta Perguruan Tinggi dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan seperti ini tentu saja tidak akan melahirkan peserta didik ayang memiliki kemamapuan menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi sekaligus juga memiliki kepribadian berupa perilaku yang mulia. Padahal tujuan pendidikan nasional sendiri adalah untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Saat ini mungkin tidak sedikit dari output peserta didik kita yang berhasil menguasai sains dan teknologi melalui pendidikan umum, namun tidak sedikit diantara mereka yang kurang memiliki kepribadian yang mulia. Apalagi saat ini ukuran kelulusan peserta didik hanya dinilai dari Ujian Nasional (UN) saja, artinya para peserta didik hanya ditujukan untuk menguasai materi saja tanpa nilai spiritualnya. Disisi lain, mereka yang belajar di pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan secara relatif memiliki kepribadian baik, tapi tidak sedikit diantara mereka yang buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor modern seperti perdagangan, industri, jasa dan lain-lain diisi oleh orang yang relatif awam terhadap agama.
Permasalahan mengenai biaya pendidikan pun ikut menambah buramnya kualitas pendidikan kita. Di zaman sekarang memang untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas baik harus menelan biaya yang tidak sedikit. Masyarakat yang kurang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang kualitas pendidikannya bagus terpaksa hanya mendapatkan di sekolah yang terbatas sarana dan prasarananya. Di daerah-daerah banyak sekolah yang kurang berfungsi dengan baik, diantaranya kerusakan bangunan, sarana terbatas, namun dengan kondisi tersebut mereka tidak putus semangat untuk tetap terus belajar walaupun dengan fasilitas seadanya. Tidak dipungkiri bahwa tiap tahunnya, setiap jenjang pendidikan terus mengalami kenaikan biaya pendidikan, akibatnya banyak diantara mereka yang putus sekolah, atau bahkan tidak sekolah karena terhalang masalah biaya. Bagaimana mungkin tetap mencapai tujuan nasioanal yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa ?! Memperoleh pendidikan pun sulit untuk diperoleh !
Oleh karena itu, perlu adanya penyelesaian problem pendidikan secara mendasar yaitu dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh mulai dari merubah paradigma pendidikan nasional yang memisahkan pendidikan umum dengan pendidikan agama, menjadikan peranan agama sebagai landasan dalam proses pendidikan. Pendidikan agama tidak hanya diberikan satu kali dalam seminggu tapi juga harus dijadikan dasar atau landasan bagi mata pelajaran lainnya, sehingga akan melahirkan peserta didik yang tidak hanya menguasai sains dan teknologi tapi juga memiliki akhlak yang baik. Selain itu juga untuk mengatasi komersialisasi pendidikan diperlukan peranan negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan upaya yang sistematis merubah paradigma pendidikan yang komersial dengan menyediakan sarana dan sarana pendidikan yang memadai, bermutu tinggi, dengan biaya yang dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan berdasarkan kualitas pendidikan ditentukan oleh berapa besar biaya pendididkan yang dikeluarkan. Peran serta pemerintah ini sebenarnya sebagai bagian dari pelayanan terhadap masyarakat dalam hal mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian dari perubahan tersebut akan melahirkan peserta didik yang berkualitas sehingga mampu memegang peranannya sebagai generasi penerus bangsa yang akan membawa pada kemajuan.
Selengkapnya.....